BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Aliran mengenai
konsep keTuhanan berbeda dengan perkembangan konsep kepercayaan kepada Tuhan.
Kalau perkembangan konsep keTuhanan lebih menekankan pada aspek sejarah dan
perubahan yang terjadi dari satu fase ke fase berikutnya, sedangkan dalam
aliran tentang konsep keTuhanan tidak dilihat dari aspek sejarah, tetapi
hubungan Tuhan dengan dunia dan makhluk-makhluk-Nya, seperti apakah Tuhan jauh
atau dekat dari alam. Dan apakah Tuhan setelah menciptakan alam selalu menjaga
dan mengaturnya.
Manusia mengaku sebagai makhluk
yang paling beradab bila dibandingkan dengan yang lainnya, terutama binatang misalnya.
Pasalnya, disamping ia memiliki panca indera, insting dan keinginan seperti
binatang, ia memiliki sesuatu yang binatang tak memilikinya; akal dan hati.
Dengan berbagai komponen itulah, mausia hidup dan membangun budaya, membangun
peradabannya. Salah satu hasil dari peradaban manusia adalah agama. Agama
merupakan suatu tata aturan moralitas yang disepakati oleh sekelompok manusia
(masyarakat). Setiap masyarakat yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki
budaya yang berbeda dari masyarakat di daerah lain. Oleh karena itu pulalah,
agama baik doktrin maupun ritualnya selalu berbeda-beda. Emile Durkheim
mengatakan bahwa agama hanyalah suatu produk budaya masyarakat yang mendiami
daerah tertentu.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
hakikatnya Deisme?
2.
Bagaimana
konsep keTuhanan menurut aliran Deisme?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Deisme
Kata deisme berasal dari bahasa latin “deus” yang berarti Tuhan, dari
akar kata ini kemudian menjadi dewa, bahkan kata Tuhan sendiri masih dianggap
berasal dari deus. Menurut faham deisme, Tuhan berada jauh dari luar alam.
Tuhan menciptakan alam dan sesudah alam diciptakan, ia tidak memperhatikan dan
memelihara alam lagi. Alam berjalan sesuai dengan peraturan-peraturan yang
telah ditetapkan ketika proses penciptaan. Peraturan-peraturan tersebut tidak
berubah-ubah dan sangat sempurna. Dalam paham deisme, Tuhan diibaratkan dengan
tukang jam yang sangat ahli, sehingga setelah jam itu selesai tidak membutuhkan
si pembuatnya lagi.[1] Deisme adalah satu
ajaran pencerahan pada ke-18 yang memandang bahwa selain Alkitab, akal budi menjadi sarana bagi manusia untuk mengenal Allah.[2]
Deisme juga merupakan bentuk
monoteisme yang meyakini bahwa tuhan itu ada. Namun demikian, seorang deis
menolak gagasan bahwa tuhan ini ikut campur di dalam dunia. Jadi, deisme
menolak wahyuyang khusus.
Sifat tuhan ini hanya dapat dikenal melalui nalar dan pengamatan terhadap alam.
Karena itu, seorang deis menolak hal-hal yang ajaib dan klaim bahwa suatu agama
atau kitab suci memiliki pengenalan akan Tuhan.
Deisme adalah suatu ajaran
atau paham rasional yang percaya bahwa Allah ada dan dapat dilihat melalui
kerumitan dan hukum-hukum alam. Akan tetapi, Allah tidak turut serta dalam
perkembangan alam dan kehidupan manusia yang bekerja berdasarkan
prinsip-prinsip alam yang dibuatnya. Secara sederhana, Allah
adalah pencipta alam pada taraf tingkat kerumitannya, tetapi Allah hanya
menanamkan prinsip-prinsip kerja dalam alam. Kemudian sang adikodrati
melepaskan alam dan manusia untuk bekerja dengan sendirinya. Deisme muncul bersamaan dengan lahirnya sebuah aliran filsafat empirisme
yang digagas oleh John Locke. Salah satu tokoh yang berperan dalam gerakan Pencerahan tentang toleransi. John Locke mengatakan, bahwa penyataan Allah sesuai dengan akal budi manusia. Deisme adalah
sub-kategori theisme, dalam rekomendasi yang baik dalam kepercayaan dewa.
Seperti dalam theisme, deisme adalah atas dasar kepercayaan agama yang dapat
dibangun. Berbeda dengan theisme, saat ini terdapat tidak didirikan deistic
agama, dengan kemungkinan pengecualian Unitarianisme, Universalisme dan
Konfusianisme. Konsep deisme meliputi berbagai posisi pada berbagai masalah
keagamaan. Lihat bagian Fitur deism di bawah ini. Deisme dapat juga merujuk ke
pribadi set kepercayaan harus dilakukan dengan peran spiritualitas di alam. Deisme juga menjadi suatu fenomena baru dan penting dengan
gagasannya yang sangat rasilonal. Deisme adalah sebuah agama yang menolak
agama, tepatnya menolak semua doktrin agama (doktrin gereja pada saat itu)
terutama yang berkaitan dengan wahyu dan kehidupan akhirat. Karena alasannya
sederhana: tidak rasional. Sumber kebenaran adalah akal manusia, bukan wahyu.
Namun mereka tetap meyakini akan keberadaan Tuhan. Tiga kebenaran utama dari
“teologi natural” yang ditegakkan dengan akal manusia itu adalah keberadaan
Tuhan, nilai-nilai moral, dan kekekalan jiwa.
B.
Tuhan Menurut Aliran Deisme
Deisme muncul pada abad ke 17, yang dipelopori
oleh Newton (1642-1727), Newton
lahir prematur pada penghujung tahun 1642 bersamaan dengan tahun meninggalnya Galileo.
Badan bayi ini sangat kecil (prematue) sehingga harus masuk tabung. Ayah
Newton, seorang petani, bahkan sudah meninggal 3 bulan sebelum dia dilahirkan.
Ibunya menginginkan agar Newton menjadi petani, tapi jalan hidupnya berubah
setelah melanjutkan sekolah di Grantham dan kost di rumah seorang apoteker. Di
sini Newton mempunyai kesempatan membaca buku dan melakukan eksperimen.
Penemuan kincir air, kincir angin, jam pasir dan jam air terjadi pada periode
ini, sebelum dipanggil pulang untuk mengurus tanah pertanian dan berhenti
sekolah. Namun tahun 1658, Newton kembali ke rumah apoteker dan kembali
sekolah. Juni 1661, Newton masuk
Universitas Cambridge Trinity dengan program subsidi – mengganti biaya sekolah
dengan membersihkan ruangan dan melayani kebutuhan dosen. Awalnya dia
mempelajari “Ilmu cahaya (optics)” Kepler, membaca “Teori dasar ilmu ukur”
Euclid serta “Cara dan petunjuk ilmu ukur” Tycho Brahe. Di bawah bimbingan
Isaac Barrow, Newton mulai mempelajari matematika dan ilmu optik. Awal tahun
1665, Newton lulus dari Cambridge tapi tidak lama kemudian muncul wabah (bubonic
plague) sehingga universitas ditutup dan dia pulang ke desanya (Woolsthorpe).
Ternyata banyak orang pintar yang menjadi pendukung sekaligus pesaing Newton,
meninggal, karena epidemi ini. menurutnya Tuhan itu menciptaka alam dan
apabila alam itu rusak baru Tuhan akan ikut campur untuk mengurusinya dan dari
situlah timbul faham bahwa Tuhan hanya menciptakan alam dan kemudian
membiarkannya berjalan dengan sendirinya menurut hukum-hukum yang telah
ditentukan.[3]
Menurut faham deisme Tuhan
berada jauh di luar alam (transenden), yaitu tidak berada dalam alam (immanen). Tuhan menciptakan alam dan sesudah menciptakannya, Ia sudah tidak
memperhatikannya lagi. Alam berjalan dengan peraturan-peraturan yang
sesempurna-sempurnanya. Dan karena demikian, Tuhan tak perlu lagi mencampuri
urusan alam, termasuk juga urusan manusia. Singkatnya, alam semesta ini tidak
berhajat kepada Tuhan dan Tuhan pun tak perlu mengurus alam lagi.[4] Deisme
adalah bentuk monoteisme yang meyakini bahwa Tuhan itu ada, Maha Esa, Maha
Baik, Tuhan selalu dilekati dengan sifat yang baik-baik. Namun demikian,
seorang deis menolak gagasan bahwa Tuhan ikut campur di dalam dunia dikarenakan
jika Tuhan ikut campur terhadap urusan duniawi, sebagaimana yang dikenal dalam
ajaran gereja, berarti Tuhan tidak lagi baik. Tuhan telah berbuat otoriter
karena membelenggu kebebasan manusia dalam berkarya. Sifat ke-baik-an Tuhan ini
hanya dapat dikenal melalui nalar dan pengamatan terhadap alam. Karena itu,
seorang deis menolak hal-hal yang ajaib (wahyu) dan klaim bahwa suatu agama
atau kitab suci memiliki pengenalan akan Tuhan.
Deisme biasanya
juga menolak kejadian gaib (kenabian, mukjizat) dan cenderung menegaskan bahwa
Tuhan (atau "Arsitek Yang Maha Esa") memiliki rencana untuk semesta
yang tidak terubahkan, baik oleh campur dalam urusan kehidupan manusia atau
menangguhkan hukum alam dari semesta. Apa yang agama terorganisir lihat sebagai
wahyu ilahi dan buku-buku suci, deists melihat sebagai interpretasi yang dibuat
oleh manusia lain, bukan berasal dari Tuhan. Deisme juga dapat menjadi dewa dalam kepercayaan, doktrin
pemerintahan atau definisi lain yang bersifat seperti dewa. Deisme dapat mirip
dengan naturalism. Oleh karena itu, sering kali Deisme dianggap memberikan
makna untuk pembentukan semesta untuk hidup yang lebih tinggi dengan kerangka
rencana yang memungkinkan hanya untuk mengatur proses penciptaan alam.
Ada yang berpendapat paham deisme pertama kali
muncul di Inggris sekitar akhir abad 16, yang digagas oleh para pemikir
seperti: John Toland (1670-1722) dan Metthew Tindal (1656-1733) yang menulis
buku “Cristianity as old as creation”, Giordano Bruno (1548-1600), Lucilio Vanini (1584-1619), Barukh Spinoza
(1632-1677), Hermann Samuel Reimarus (1694-1768), Gotthold Ephraim Lessing (1729-1781)
dan Moses Mendelssohn (1729-1786). Aufklarung berkembang di seluruh Eropa, tak
terkecuali di Perancis dengan tokohnya Francois-Marie Arouet (Voltaire;
1694-1788) dan Jean-Jacques Rousseau (1724-1781). Tersebar pula ke Jerman oleh
Immanuel Kant (1724-1781).
Adapun John
Toland lahir 30
November 1670 – meninggal 11 Maret 1722 pada umur 51
tahun, dia adalah seorang filsuf rasionalis
Irlandia dan pemikir bebas, dan kadang-kadang satiris, yang menulis berbagai
buku dan pamflet padailsafat politik dan agama, yang merupakan ekspresi awal filsafat Era Pencerahan. Ia belajar di Universitas Glasgow, Edinburgh, Leiden dan Oxford dan dipengaruhi oleh filsafat John
Locke. Sangat
sedikit yang diketahui dari kehidupan awal Toland's. Ia lahir di Ardagh di Semenanjung Inishowen, sebuah wilayah
didominasi Katolik dan berbahasa Irlandia di Irlandia barat laut. Orang tuanya tidak diketahui. Dia
kemudian akan menulis bahwa ia telah dibaptis Janus Junius, yang bermain pada
namanya yang mengingatkan baik dewa Romawi, Janus bermuka dua dan Junius Brutus, pendiri terkenal dari republik
Romawi. Menurut penulis biografi
nya Pierre des Maizeaux, ia mengadopsi nama Yohanes sebagai anak sekolah dengan
dorongan dari guru sekolahnya.
Para penganut deisme sepakat bahwa Tuhan Esa
dan jauh dari alam, serta maha sempurna. Mereka juga sepakat bahwa Tuhan
tidak melakukan interbensi pada alam lewat kekuatan supernatural. Bagaimanapun, tidak semua penganut deisme
setuju tentang keterlibatan Tuhan dalam alam dan kehidupan sesudah mati. Karena
itu, atas dasar perbedaan tersebut deisme dapat dibadi atas empat, yaitu:
Ø
Tuhan tidak terlibat dengan pengaturan alam.
Dia menciptakan alam dan memprogramkan perjalanannya, tetapi dia tidak
menghiraukan apa yang telah terjadi atau apa yang akan terjadi.
Ø
Tuhan terlibat dengan kejadian-kejadian yang
sedang terlangsung dialam, tetapi bukan mengenai perbuatan moral manusia.
Manusia memiliki kebebasan utnuk berbuat baik atau buruk, bermoral atau tidak
bermoral, dan jujur atau bohong, semuanya itu bukan urusan Tuhan
Ø
Tuhan mengatur alam dan sekaligus memperhatikan
perbuatan moral manusia. Sesungguhnya Tuhan ingin menegaskan bahwa manusia
harus tunduk pada hukum moral yang telah dia tetapkan dijagad raya.
Bagaimanapun, manusia tidak akan hidup sesudah mati. Ketika seseorang mati,
maka babak terakhir kehidupannya ditutup.
Ø
Tuhan mengatur alam dan mengharapkan manusia
mematuhi hokum moral yang berasal dari alam. Pandanganaini berpendapat bahwa
ada kehidupan setelah mati. Seseorang yang berbuat baik akan dapat pahala dan
yang berbuat jahat akan dapat hukuman.[5]
Aspek positif dari deisme adalah peranan akal
ditonjolkan dalam deisme untuk memahami masalah-masalah agama secara lebih
kritis. Kendati deime memberikan kotribusi yang positif terhadap pemikiran
keagamaan, namun disisi lain deisme tidak luput dari kritikan dan kelemahan.
Jadi manusia sejak zaman primitif sudah mengenal dan mengakui adanya
kekuatan gaib yang mempengaruhi hidup manusia. Yang dimaksud berpengaruh di
sini adalah “sebuah benda”. Benda tersebut bisa berpengaruh negatif – positif.
Namun “kekuatan benda” tersebut juga di sebut bermacam-macam
Thomas Paine
adalah salah satu tokoh deisme yang militant. Thomas Paine, lahir di Thetford
di Norfolk pada tanggal 29 Januari 1737. Ayahnya, Yusuf, adalah seorang Quaker
miskin korset pembuat yang mencoba untuk memberikan anaknya dengan pendidikan
di sekolah tata bahasa lokal tetapi akhirnya terpaksa magang dia untuk
perdagangan nya. Paine adalah tidak dapat menerima pendudukan ini. Setelah
waktu singkat di laut, Paine kembali untuk perdagangan di Kent, tapi kemudian
menjabat sebagai exciseman di Lincolnshire, diikuti dengan tugas sebagai guru
sekolah di London, sebelum ia kembali menetap di 1768 sebagai petugas cukai di
Lewes di Timor Sussex. Selama enam tahun berikutnya ia dikombinasikan tugasnya
sebagai petugas cukai dengan mengelola sebuah toko kecil. Istri pertamanya
meninggal pada 1760, dalam waktu satu tahun pernikahan mereka. Pada 1771 ia menikah lagi. Kedua pernikahan
tanpa anak dan tidak membawa Paine banyak di jalan kebahagiaan. Dia secara
hukum dipisahkan dari istri kedua pada 1774, sama seperti ia akan memulai untuk
koloni-koloni Amerika.
Ia berpendapat bahwa ia percaya pada Tuhan itu
Esa, maha kuasa, maha tau, tidak terbatas. tetapi ia menegaskan bahwa salah
satu untuk mengungkapkan Tuhan adalah akal, ia juga menolak pengetahuan Tuhan
dengan adanya wahyu, sebab menurutnya wahyu itu mustahil diturunkan karena
keterbatasan bahasa manusia untuk menangkap kandungannya. wahyu Tuhan itu tidak
berubah dan universal, sedangkan bahasa manusia tidak universal dan dapat
berubah. dengan alasan itulah manusia tidak akan memilikisarana untuk
berkomunikasi dengan yang tidak berubah.[6]
BAB
III
KESIMPULAN
Dari semua pandangan tentang deisme
diatas tidak dapat memuaskan para filosof, dan ketidakpuasan mereka atas
berbagai pandangan diatas adalah wajar karena hal itu adalah pernainan logika
dan katagori-katagori akal. Lagi pula ruang metafisika terbuka untuk mengadakan
spekulasi sebanyak mungkin dan sedalam- dalamnya. Karena itu, menurut penganut
agama penjelasan yang sangat memuaskan tentang Tuhan bukan berasal dari akal,
tetapi dari wahyu. Wahyulah yang mendatangkan ketenangan dan sekaligus
kejelasan tentang Tuhan. Akal hanya sebagai alat bantu untuk memahami wahyu
tersebut, bukan sebagai sumber utama.
Deisme adalah suatu ajaran
atau paham rasional yang percaya bahwa Allah ada dan dapat dilihat melalui
kerumitan dan hukum-hukum alam. Akan tetapi, Allah tidak turut serta dalam
perkembangan alam dan kehidupan manusia yang bekerja berdasarkan
prinsip-prinsip alam yang dibuatnya. Secara sederhana, Allah
adalah pencipta alam pada taraf tingkat kerumitannya, tetapi Allah hanya menanamkan
prinsip-prinsip kerja dalam alam. Menurut
faham deisme Tuhan berada jauh di luar alam (transenden), yaitu tidak berada dalam alam (immanen). Tuhan menciptakan alam dan sesudah menciptakannya, Ia sudah tidak
memperhatikannya lagi. Alam berjalan dengan peraturan-peraturan yang
sesempurna-sempurnanya. Dan karena demikian, Tuhan tak perlu lagi mencampuri
urusan alam, termasuk juga urusan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar. Amsal, M.A. Filsafat
Agama I. Logos Wacana ilmu. Jakarta. 1997.
End. Th Van den. Harta dalam Bejana, Sejarah Gereja
Ringkas. BPK Gunung Mulia. Jakarta. 2005.
Nasution. Harun. Filsafat Agama. Bulan
Bintang. Jakarta. 1973.
Pasha. Musthafa Kamal. Pancasila
Dalam Tinjauan Historis, Yuridis dan Filosofis. Citra Karsa Mandiri. Yogyakarta.
2003.
[1] Drs. Amsal
Bakhtiar, M.A. Filsafat Agama I. Logos Wacana ilmu. Jakarta. 1997. Hal.
88
[2] Th Van den
End. Harta dalam Bejana, Sejarah Gereja Ringkas. BPK Gunung Mulia. Jakarta. 2005. Hal. 233.
[3] Harun
Nasution. Filsafat Agama. Bulan Bintang. Jakarta. 1973. Hal. 36.
[4] Musthafa Kamal Pasha. Pancasila Dalam Tinjauan Historis,
Yuridis dan Filosofis. Citra Karsa Mandiri.
Yogyakarta. 2003. Hal. 163.
[5] Drs. Amsal
Bakhtiar, M.A. Filsafat Agama I. Logos Wacana ilmu. Jakarta. 1997. Hal.
89-90
[6] Ibid.
Hal. 91