Senin, 20 Februari 2012


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Aliran mengenai konsep keTuhanan berbeda dengan perkembangan konsep kepercayaan kepada Tuhan. Kalau perkembangan konsep keTuhanan lebih menekankan pada aspek sejarah dan perubahan yang terjadi dari satu fase ke fase berikutnya, sedangkan dalam aliran tentang konsep keTuhanan tidak dilihat dari aspek sejarah, tetapi hubungan Tuhan dengan dunia dan makhluk-makhluk-Nya, seperti apakah Tuhan jauh atau dekat dari alam. Dan apakah Tuhan setelah menciptakan alam selalu menjaga dan mengaturnya.       
Manusia mengaku sebagai makhluk yang paling beradab bila dibandingkan dengan yang lainnya, terutama binatang misalnya. Pasalnya, disamping ia memiliki panca indera, insting dan keinginan seperti binatang, ia memiliki sesuatu yang binatang tak memilikinya; akal dan hati. Dengan berbagai komponen itulah, mausia hidup dan membangun budaya, membangun peradabannya. Salah satu hasil dari peradaban manusia adalah agama. Agama merupakan suatu tata aturan moralitas yang disepakati oleh sekelompok manusia (masyarakat). Setiap masyarakat yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki budaya yang berbeda dari masyarakat di daerah lain. Oleh karena itu pulalah, agama baik doktrin maupun ritualnya selalu berbeda-beda. Emile Durkheim mengatakan bahwa agama hanyalah suatu produk budaya masyarakat yang mendiami daerah tertentu.

B.  Rumusan Masalah
1.      Apa hakikatnya Deisme?
2.      Bagaimana konsep keTuhanan menurut aliran Deisme?








BAB II
PEMBAHASAN
A.  Hakikat Deisme
Kata deisme berasal dari bahasa latin “deus” yang berarti Tuhan, dari akar kata ini kemudian menjadi dewa, bahkan kata Tuhan sendiri masih dianggap berasal dari deus. Menurut faham deisme, Tuhan berada jauh dari luar alam. Tuhan menciptakan alam dan sesudah alam diciptakan, ia tidak memperhatikan dan memelihara alam lagi. Alam berjalan sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan ketika proses penciptaan. Peraturan-peraturan tersebut tidak berubah-ubah dan sangat sempurna. Dalam paham deisme, Tuhan diibaratkan dengan tukang jam yang sangat ahli, sehingga setelah jam itu selesai tidak membutuhkan si pembuatnya lagi.[1] Deisme adalah satu ajaran pencerahan pada ke-18 yang memandang bahwa selain Alkitabakal budi menjadi sarana bagi manusia untuk mengenal Allah.[2] Deisme juga merupakan bentuk monoteisme yang meyakini bahwa tuhan itu ada. Namun demikian, seorang deis menolak gagasan bahwa tuhan ini ikut campur di dalam dunia. Jadi, deisme menolak wahyuyang khusus. Sifat tuhan ini hanya dapat dikenal melalui nalar dan pengamatan terhadap alam. Karena itu, seorang deis menolak hal-hal yang ajaib dan klaim bahwa suatu agama atau kitab suci memiliki pengenalan akan Tuhan.
Deisme adalah suatu ajaran atau paham rasional yang percaya bahwa Allah ada dan dapat dilihat melalui kerumitan dan hukum-hukum alam. Akan tetapi, Allah tidak turut serta dalam perkembangan alam dan kehidupan manusia yang bekerja berdasarkan prinsip-prinsip alam yang dibuatnya. Secara sederhana, Allah adalah pencipta alam pada taraf tingkat kerumitannya, tetapi Allah hanya menanamkan prinsip-prinsip kerja dalam alam. Kemudian sang adikodrati melepaskan alam dan manusia untuk bekerja dengan sendirinya. Deisme muncul bersamaan dengan lahirnya sebuah aliran filsafat empirisme yang digagas oleh John Locke. Salah satu tokoh yang berperan dalam gerakan Pencerahan tentang toleransi. John Locke mengatakan, bahwa penyataan Allah sesuai dengan akal budi manusia. Deisme adalah sub-kategori theisme, dalam rekomendasi yang baik dalam kepercayaan dewa. Seperti dalam theisme, deisme adalah atas dasar kepercayaan agama yang dapat dibangun. Berbeda dengan theisme, saat ini terdapat tidak didirikan deistic agama, dengan kemungkinan pengecualian Unitarianisme, Universalisme dan Konfusianisme. Konsep deisme meliputi berbagai posisi pada berbagai masalah keagamaan. Lihat bagian Fitur deism di bawah ini. Deisme dapat juga merujuk ke pribadi set kepercayaan harus dilakukan dengan peran spiritualitas di alam. Deisme juga menjadi suatu fenomena baru dan penting  dengan gagasannya yang sangat rasilonal. Deisme adalah sebuah agama yang menolak agama, tepatnya menolak semua doktrin agama (doktrin gereja pada saat itu) terutama yang berkaitan dengan wahyu dan kehidupan akhirat. Karena alasannya sederhana: tidak rasional. Sumber kebenaran adalah akal manusia, bukan wahyu. Namun mereka tetap meyakini akan keberadaan Tuhan. Tiga kebenaran utama dari “teologi natural” yang ditegakkan dengan akal manusia itu adalah keberadaan Tuhan, nilai-nilai moral, dan kekekalan jiwa.
B.  Tuhan Menurut Aliran Deisme
Deisme muncul pada abad ke 17, yang dipelopori oleh Newton (1642-1727), Newton lahir prematur pada penghujung tahun 1642  bersamaan dengan tahun meninggalnya Galileo. Badan bayi ini sangat kecil (prematue) sehingga harus masuk tabung. Ayah Newton, seorang petani, bahkan sudah meninggal 3 bulan sebelum dia dilahirkan. Ibunya menginginkan agar Newton menjadi petani, tapi jalan hidupnya berubah setelah melanjutkan sekolah di Grantham dan kost di rumah seorang apoteker. Di sini Newton mempunyai kesempatan membaca buku dan melakukan eksperimen. Penemuan kincir air, kincir angin, jam pasir dan jam air terjadi pada periode ini, sebelum dipanggil pulang untuk mengurus tanah pertanian dan berhenti sekolah. Namun tahun 1658, Newton kembali ke rumah apoteker dan kembali sekolah. Juni 1661, Newton masuk Universitas Cambridge Trinity dengan program subsidi – mengganti biaya sekolah dengan membersihkan ruangan dan melayani kebutuhan dosen. Awalnya dia mempelajari “Ilmu cahaya (optics)” Kepler, membaca “Teori dasar ilmu ukur” Euclid serta “Cara dan petunjuk ilmu ukur” Tycho Brahe. Di bawah bimbingan Isaac Barrow, Newton mulai mempelajari matematika dan ilmu optik. Awal tahun 1665, Newton lulus dari Cambridge tapi tidak lama kemudian muncul wabah (bubonic plague) sehingga universitas ditutup dan dia pulang ke desanya (Woolsthorpe). Ternyata banyak orang pintar yang menjadi pendukung sekaligus pesaing Newton, meninggal, karena epidemi ini. menurutnya Tuhan itu menciptaka alam dan apabila alam itu rusak baru Tuhan akan ikut campur untuk mengurusinya dan dari situlah timbul faham bahwa Tuhan hanya menciptakan alam dan kemudian membiarkannya berjalan dengan sendirinya menurut hukum-hukum yang telah ditentukan.[3] Menurut  faham deisme Tuhan berada jauh di luar alam (transenden), yaitu tidak berada dalam alam (immanen). Tuhan menciptakan alam dan sesudah menciptakannya, Ia sudah tidak memperhatikannya lagi. Alam berjalan dengan peraturan-peraturan yang sesempurna-sempurnanya. Dan karena demikian, Tuhan tak perlu lagi mencampuri urusan alam, termasuk juga urusan manusia. Singkatnya, alam semesta ini tidak berhajat kepada Tuhan dan Tuhan pun tak perlu mengurus alam lagi.[4] Deisme adalah bentuk monoteisme yang meyakini bahwa Tuhan itu ada, Maha Esa, Maha Baik, Tuhan selalu dilekati dengan sifat yang baik-baik. Namun demikian, seorang deis menolak gagasan bahwa Tuhan ikut campur di dalam dunia dikarenakan jika Tuhan ikut campur terhadap urusan duniawi, sebagaimana yang dikenal dalam ajaran gereja, berarti Tuhan tidak lagi baik. Tuhan telah berbuat otoriter karena membelenggu kebebasan manusia dalam berkarya. Sifat ke-baik-an Tuhan ini hanya dapat dikenal melalui nalar dan pengamatan terhadap alam. Karena itu, seorang deis menolak hal-hal yang ajaib (wahyu) dan klaim bahwa suatu agama atau kitab suci memiliki pengenalan akan Tuhan.
 Deisme biasanya juga menolak kejadian gaib (kenabian, mukjizat) dan cenderung menegaskan bahwa Tuhan (atau "Arsitek Yang Maha Esa") memiliki rencana untuk semesta yang tidak terubahkan, baik oleh campur dalam urusan kehidupan manusia atau menangguhkan hukum alam dari semesta. Apa yang agama terorganisir lihat sebagai wahyu ilahi dan buku-buku suci, deists melihat sebagai interpretasi yang dibuat oleh manusia lain, bukan berasal dari Tuhan. Deisme juga dapat menjadi dewa dalam kepercayaan, doktrin pemerintahan atau definisi lain yang bersifat seperti dewa. Deisme dapat mirip dengan naturalism. Oleh karena itu, sering kali Deisme dianggap memberikan makna untuk pembentukan semesta untuk hidup yang lebih tinggi dengan kerangka rencana yang memungkinkan hanya untuk mengatur proses penciptaan alam.
Ada yang berpendapat paham deisme pertama kali muncul di Inggris sekitar akhir abad 16, yang digagas oleh para pemikir seperti: John Toland (1670-1722) dan Metthew Tindal (1656-1733) yang menulis buku “Cristianity as old as creation”, Giordano Bruno (1548-1600),  Lucilio Vanini (1584-1619), Barukh Spinoza (1632-1677), Hermann Samuel Reimarus (1694-1768), Gotthold Ephraim Lessing (1729-1781) dan Moses Mendelssohn (1729-1786). Aufklarung berkembang di seluruh Eropa, tak terkecuali di Perancis dengan tokohnya Francois-Marie Arouet (Voltaire; 1694-1788) dan Jean-Jacques Rousseau (1724-1781). Tersebar pula ke Jerman oleh Immanuel Kant (1724-1781).
Adapun John Toland lahir 30 November 1670 – meninggal 11 Maret 1722 pada umur 51 tahun, dia adalah seorang filsuf rasionalis Irlandia dan pemikir bebas, dan kadang-kadang satiris, yang menulis berbagai buku dan pamflet padailsafat politik dan agama, yang merupakan ekspresi awal filsafat Era Pencerahan. Ia belajar di Universitas Glasgow, Edinburgh, Leiden dan Oxford dan dipengaruhi oleh filsafat John Locke. Sangat sedikit yang diketahui dari kehidupan awal Toland's. Ia lahir di Ardagh di Semenanjung Inishowen, sebuah wilayah didominasi Katolik dan berbahasa Irlandia di Irlandia barat laut. Orang tuanya tidak diketahui. Dia kemudian akan menulis bahwa ia telah dibaptis Janus Junius, yang bermain pada namanya yang mengingatkan baik dewa  Romawi, Janus bermuka dua dan Junius Brutus, pendiri terkenal dari republik Romawi. Menurut penulis biografi nya Pierre des Maizeaux, ia mengadopsi nama Yohanes sebagai anak sekolah dengan dorongan dari guru sekolahnya.
Para penganut deisme sepakat bahwa Tuhan Esa dan jauh  dari alam, serta maha sempurna. Mereka juga sepakat bahwa Tuhan tidak melakukan interbensi pada alam lewat kekuatan supernatural.  Bagaimanapun, tidak semua penganut deisme setuju tentang keterlibatan Tuhan dalam alam dan kehidupan sesudah mati. Karena itu, atas dasar perbedaan tersebut deisme dapat dibadi atas empat, yaitu:
Ø  Tuhan tidak terlibat dengan pengaturan alam. Dia menciptakan alam dan memprogramkan perjalanannya, tetapi dia tidak menghiraukan apa yang telah terjadi atau apa yang akan terjadi.
Ø  Tuhan terlibat dengan kejadian-kejadian yang sedang terlangsung dialam, tetapi bukan mengenai perbuatan moral manusia. Manusia memiliki kebebasan utnuk berbuat baik atau buruk, bermoral atau tidak bermoral, dan jujur atau bohong, semuanya itu bukan urusan Tuhan
Ø  Tuhan mengatur alam dan sekaligus memperhatikan perbuatan moral manusia. Sesungguhnya Tuhan ingin menegaskan bahwa manusia harus tunduk pada hukum moral yang telah dia tetapkan dijagad raya. Bagaimanapun, manusia tidak akan hidup sesudah mati. Ketika seseorang mati, maka babak terakhir kehidupannya ditutup.
Ø  Tuhan mengatur alam dan mengharapkan manusia mematuhi hokum moral yang berasal dari alam. Pandanganaini berpendapat bahwa ada kehidupan setelah mati. Seseorang yang berbuat baik akan dapat pahala dan yang berbuat jahat akan dapat hukuman.[5]
Aspek positif dari deisme adalah peranan akal ditonjolkan dalam deisme untuk memahami masalah-masalah agama secara lebih kritis. Kendati deime memberikan kotribusi yang positif terhadap pemikiran keagamaan, namun disisi lain deisme tidak luput dari kritikan dan kelemahan. Jadi manusia sejak zaman primitif sudah mengenal dan mengakui adanya kekuatan gaib yang mempengaruhi hidup manusia. Yang dimaksud berpengaruh di sini adalah “sebuah benda”. Benda tersebut bisa berpengaruh negatif – positif. Namun “kekuatan benda” tersebut juga di sebut bermacam-macam
Thomas Paine adalah salah satu tokoh deisme yang militant. Thomas Paine, lahir di Thetford di Norfolk pada tanggal 29 Januari 1737. Ayahnya, Yusuf, adalah seorang Quaker miskin korset pembuat yang mencoba untuk memberikan anaknya dengan pendidikan di sekolah tata bahasa lokal tetapi akhirnya terpaksa magang dia untuk perdagangan nya. Paine adalah tidak dapat menerima pendudukan ini. Setelah waktu singkat di laut, Paine kembali untuk perdagangan di Kent, tapi kemudian menjabat sebagai exciseman di Lincolnshire, diikuti dengan tugas sebagai guru sekolah di London, sebelum ia kembali menetap di 1768 sebagai petugas cukai di Lewes di Timor Sussex. Selama enam tahun berikutnya ia dikombinasikan tugasnya sebagai petugas cukai dengan mengelola sebuah toko kecil. Istri pertamanya meninggal pada 1760, dalam waktu satu tahun pernikahan mereka. Pada 1771 ia menikah lagi. Kedua pernikahan tanpa anak dan tidak membawa Paine banyak di jalan kebahagiaan. Dia secara hukum dipisahkan dari istri kedua pada 1774, sama seperti ia akan memulai untuk koloni-koloni Amerika.
 Ia berpendapat bahwa ia percaya pada Tuhan itu Esa, maha kuasa, maha tau, tidak terbatas. tetapi ia menegaskan bahwa salah satu untuk mengungkapkan Tuhan adalah akal, ia juga menolak pengetahuan Tuhan dengan adanya wahyu, sebab menurutnya wahyu itu mustahil diturunkan karena keterbatasan bahasa manusia untuk menangkap kandungannya. wahyu Tuhan itu tidak berubah dan universal, sedangkan bahasa manusia tidak universal dan dapat berubah. dengan alasan itulah manusia tidak akan memilikisarana untuk berkomunikasi dengan yang tidak berubah.[6]

BAB III
KESIMPULAN

Dari semua pandangan tentang deisme diatas tidak dapat memuaskan para filosof, dan ketidakpuasan mereka atas berbagai pandangan diatas adalah wajar karena hal itu adalah pernainan logika dan katagori-katagori akal. Lagi pula ruang metafisika terbuka untuk mengadakan spekulasi sebanyak mungkin dan sedalam- dalamnya. Karena itu, menurut penganut agama penjelasan yang sangat memuaskan tentang Tuhan bukan berasal dari akal, tetapi dari wahyu. Wahyulah yang mendatangkan ketenangan dan sekaligus kejelasan tentang Tuhan. Akal hanya sebagai alat bantu untuk memahami wahyu tersebut, bukan sebagai sumber utama.
Deisme adalah suatu ajaran atau paham rasional yang percaya bahwa Allah ada dan dapat dilihat melalui kerumitan dan hukum-hukum alam. Akan tetapi, Allah tidak turut serta dalam perkembangan alam dan kehidupan manusia yang bekerja berdasarkan prinsip-prinsip alam yang dibuatnya. Secara sederhana, Allah adalah pencipta alam pada taraf tingkat kerumitannya, tetapi Allah hanya menanamkan prinsip-prinsip kerja dalam alam. Menurut  faham deisme Tuhan berada jauh di luar alam (transenden), yaitu tidak berada dalam alam (immanen). Tuhan menciptakan alam dan sesudah menciptakannya, Ia sudah tidak memperhatikannya lagi. Alam berjalan dengan peraturan-peraturan yang sesempurna-sempurnanya. Dan karena demikian, Tuhan tak perlu lagi mencampuri urusan alam, termasuk juga urusan manusia.









DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar. Amsal, M.A. Filsafat Agama I. Logos Wacana ilmu. Jakarta. 1997.
End. Th Van den. Harta dalam Bejana, Sejarah Gereja Ringkas. BPK Gunung Mulia. Jakarta. 2005.
Nasution. Harun. Filsafat Agama. Bulan Bintang. Jakarta. 1973.
Pasha. Musthafa Kamal. Pancasila Dalam Tinjauan Historis, Yuridis dan Filosofis. Citra Karsa Mandiri. Yogyakarta. 2003.


[1] Drs. Amsal Bakhtiar, M.A. Filsafat Agama I. Logos Wacana ilmu. Jakarta. 1997. Hal. 88
[2] Th Van den End. Harta dalam Bejana, Sejarah Gereja Ringkas. BPK Gunung Mulia. Jakarta. 2005. Hal. 233.
[3] Harun Nasution. Filsafat Agama. Bulan Bintang. Jakarta. 1973. Hal. 36.
[4] Musthafa Kamal Pasha. Pancasila Dalam Tinjauan Historis, Yuridis dan Filosofis. Citra Karsa Mandiri. Yogyakarta. 2003. Hal. 163.

[5] Drs. Amsal Bakhtiar, M.A. Filsafat Agama I. Logos Wacana ilmu. Jakarta. 1997. Hal. 89-90
[6] Ibid. Hal. 91